assalamu'alaikum

Assalamu'alaikum

Semua yang ada disini adalah hasil Reportase dari dulur dulur Jamaah Maiyah yang ada di manapun Baik dari Kenduri Cinta(KC) Obor Ilahi(OI) BangBang wetan (BBW) Mocopat syafaat (MS) gambang Syafaat (GS) dan maiyah maiyah lain yng sulit sayaa sebutkan,
Blog ini juga memuat syair ataupun puisi Terutama Milik Cak Nun (Emha Ainun Nadjib).
Blog ini Juga menampung saran dan kritik juga tidak berkeberatan apabila ada saudara atau pengunjung atau teman bahkan musuh sekalipun yang ingin menuangkan ide dan tulisan tulisanya...

27/08/11

Indahnya Cinta (Hartono Basingkem /maiyah net group)


Tukarkan Arloji dengan
Gelang Tasbih Cak Nun// (Tokoh, kiri)

Caption- PESAN DAMAI: Samsul memasangkan arlojinya ke lengan kiri Cak Nun di parkiran Stadion Brawijaya dini hari kemarin. PRASETIA FAUZANI/RK

KEDIRI KOTA- Hanya berselang seminggu dari penampilannya di Balai Kota, Jumat malam (26/8) Emha Ainun Najib kembali datang ke Kota Kediri. Bersama grup musik Kiai Kanjeng, Cak Nun –panggilan akrabnya—ganti tampil di Lapangan Parkir Timur Stadion Brawijaya.
Di hadapan ribuan jamaah Padang Mbulan –komunitas pengajian yang digagasnya—Cak Nun menekankan pentingnya menghargai pluralitas kehidupan. Sebab, hal itulah yang menjadi kekuatan bangsa Indonesia. “Beratus-ratus suku, budaya, dan agama mampu hidup rukun dan damai di Indonesia. Di negara lain belum tentu,” ujarnya dalam acara bertajuk Pengaosan Sangu Ramadan itu.
Naik pentas sekitar pukul 22.00, Cak Nun mengajak sejumlah pejabat yang hadir ikut mendampingi. Mulai dari Wali Kota Samsul Ashar, Kapolresta AKBP Mulia Hasudungan Ritonga, Danyon 521 Letkol Inf Sunaryo, hingga Wakil Ketua DPRD Sholahuddin Fathurrahman.
Untuk menggali makna pluralisme, Cak Nun menyampaikan sejumlah pengalaman dan ilustrasi. Salah satunya ketika dia dan rombongannya diundang ke Fak-Fak, Papua Barat untuk mengisi acara Maulid Nabi SAW. Ternyata, panitianya seorang pastur. Umat Nasrani dengan senang hati membantu. “Itu pemandangan yang indah,” katanya.
Begitu pula pengalaman ketika diundang ke Canberra, Australia. Begitu mengetahui bahwa Islamic Centre di sana belum memiliki Alquran, seorang pastur langsung tergerak menyumbang pengadaannya. “Njajal nang kene, wani ta gak kiai dadi ketua panitia Natalan lek gak kepingin diclathu jamaahe,” sindir Cak Nun yang disambut tawa jamaah.
Dia lantas mengatakan, sikap dan pemahaman itulah yang perlu dibongkar. “Ini persoalan apa sebenarnya? Soal keyakinan, soal budaya, soal gengsi, atau soal apa?,” pancingnya.
Diiringi musik Kiai Kanjeng, budayawan berjuluk Kiai Mbeling itu kemudian mencontohkan harmonisasi dalam pluralisme. Yakni, bersalawat dengan iringan musik yang biasa dimainkan untuk lagu Malam Kudus.
Di sela-sela salawat itu, Kapolresta Ritonga yang Nasrani diminta menyanyikan syair lagu Malam Kudus, tetap dengan iringan musik Kiai Kanjeng. “Jadi, apa tidak boleh kita bersalawat dengan musik (ala) gereja? Atau, orang Nasrani menyanyikan Haleluya dengan irama yang biasa dipakai anak-anak NU itu untuk bersalawat?,” tanyanya sambil mencontohkan irama dimaksud.
Untuk diketahui, Cak Nun sempat beberapa kali mengapresiasi sikap toleran yang ditunjukkan Ritonga. Termasuk, kesediaannya untuk terlibat aktif menjadi panitia dalam Pengaosan Sangu Ramadan malam itu.
Ritonga yang mengenakan songkok pun mengakui bahwa dia termasuk sebagai salah satu pengagum Cak Nun. “Sejak awal reformasi, saya sudah mengagumi beliau,” katanya sembari mengaku bahwa sebelumnya sempat meminta foto bareng idolanya tersebut.
Sementara itu, di sela-sela pengajian yang berakhir sekitar pukul 01.30 dini hari itu, Cak Nun sempat bertukar ‘cendera mata’ dengan Wali Kota Samsul Ashar. Entah siapa yang memulai, gelang tasbih di lengan Cak Nun sudah berpindah ke lengan Samsul. Setelah itu, ganti Samsul yang melepas arloji di lengan kirinya lalu memasangkannya ke lengan kiri Cak Nun. (ut/hid)

Tidak ada komentar: