assalamu'alaikum

Assalamu'alaikum

Semua yang ada disini adalah hasil Reportase dari dulur dulur Jamaah Maiyah yang ada di manapun Baik dari Kenduri Cinta(KC) Obor Ilahi(OI) BangBang wetan (BBW) Mocopat syafaat (MS) gambang Syafaat (GS) dan maiyah maiyah lain yng sulit sayaa sebutkan,
Blog ini juga memuat syair ataupun puisi Terutama Milik Cak Nun (Emha Ainun Nadjib).
Blog ini Juga menampung saran dan kritik juga tidak berkeberatan apabila ada saudara atau pengunjung atau teman bahkan musuh sekalipun yang ingin menuangkan ide dan tulisan tulisanya...

25/08/11

Reportase Maiyah BBW Februari 2011 (lukman Febrianto)

Bila Anda pernah hadir dalam sebuah perkuliahan, seminar, lokakarya, meeting atau entah apa saja namanya yang di dalamnya dihadiri oleh relatif banyak orang serta terjadi pertukaran informasi, maka menurut pendapat saya, tidak ada forum yang begitu inspiratif, apresiatif, akomodatif dan demokratis seperti di Forum Bangbang Wetan.

Aktivitas yang diadakan setiap sebulan sekali pada tanggal 16 bulan Hijriah, di Gedung Balai Pemuda Surabaya ini, paling tidak bagi saya pribadi, selalu menjadi penawar kerinduan akan keluasan ilmu (informasi), inspirasi, motivasi dan tentunya silaturahim dengan sesama yang hadir. Acara ini merupakan perluasan dari forum yang telah terlebih dahulu diselenggarakan secara rutin tiap tanggal 15 bulan Hijriah di kompleks kediaman keluarga Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) di Menturo, Sumobito, Jombang - Jawa Timur, yang dikenal dengan nama Padhang Bulan. Selain di Surabaya, acara serupa juga diadakan di Jakarta dengan nama Kenduri Cinta, di Jogjakarta dengan nama Macapat Syafaat, di Semarang dengan nama Gambang Syafaat dan di tempat-tempat lain di wilayah Indonesia.

Meski baru dibuka sekitar pukul 20.00 WIB dan efektif dimulai pukul 21.00 WIB, ruangan Gedung Balai Pemuda tersebut selalu dipenuhi oleh para pengunjung dari berbagai daerah, khususnya dari Jawa Timur, dengan usia, latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan bahkan agama / keyakinan yang beragam. Tampak dan terasa sekali bagaimana sebuah persaudaraan dan keakraban antara sesama manusia dapat hadir dan duduk bersama dengan aman dan nyaman dalam sebuah forum untuk belajar bersama. Bila bukan karena energi cinta dan kasih sayang-NYA, mungkinkah ini semua dapat terjadi?...

Begitu hebatnya entitas sebuah energi, sehingga topik utama forum Bangbang Wetan kali ini pun membahas seputar hal tersebut. Tidak semua jenis energi yang diulas, tetapi hanya tentang API danCAHAYA. Diawali dengan prolog Cak Nun yang membedakan energi menjadi 2 jenis, yakni Energi Murni dan Energi Hasil Reaksi Kimiawi. Cahaya adalah bentuk konkret dari energi murni, karena cahaya tidak memerlukan dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya untuk bisa menjadi cahaya. Sedangkan api hanya muncul sebagai hasil reaksi antara Oksigen dengan unsur-unsur kimiawi lainnya yang di ada di alam.

Lebih jauh, Mas Sabrang Mowo Damar Panuluh atau yang lebih dikenal dengan nama Noe "Letto" Geese, seseorang yang memiliki kecintaan yang besar terhadap dunia ilmu pengetahuan, khususnya Matematika dan Fisika, dan pernah menimba ilmu di University of Albertha, Kanada di bidang yang sama, menjelaskan bagaimana CAHAYA adalah sebuah gelombang elektromagnetik, dimana medan listrik menginduksi medan magnet, yang kemudian menginduksi medan listrik dan demikian seterusnya terjadi secara berulang-ulang. Sedangkan API adalah hasil reaksi kimiawi dari unsur Oksigen dengan unsur lain seperti tembaga yang menciptakan api berwarna kebiruan, dengan kalsium yang menciptakan api berwarna keoranyean dan sebagainya. Cahaya tetaplah cahaya, dimanapun ia berada, apakah di ruang hampa, di udara, di air dan sebagainya. Selain itu cahaya memiliki panjang gelombang yang dapat diukur secara jelas dan pasti. Hal ini bertolak belakang dengan keberadaan api yang dapat berubah-ubah tampilannya, dan tidak terukur massa, volume atau tekanannya.

Dari penjelasan Mas Noe, kita juga memahami bahwa menurut penjelasan Kitab Suci Al-Qur'an, Malaikat adalah makhluk Allah yang diciptakan dari cahaya, namun tidak semua cahaya adalah malaikat. Sedangkan Iblis diciptakan Allah dari api, namun tidak semua api adalah Iblis. Demikian juga manusia yang diciptakan dari tanah, namun tidak semua tanah adalah manusia. Karenanya, Malaikat pun memiliki sifat-sifat yang dimiliki oleh cahaya, yakni tidak terpengaruh atau bereaksi apapun terhadap lingkungan sekitar, dan selalu bergerak atau berlaku lurus, sehingga menurut Cak Nun, cahaya merupakan simbol dari Tauhid itu sendiri. Sedangkan Iblis, juga memiliki sifat-sifat sebagaimana api, yang reaktif dan daya rusaknya tak terbatas, bila ia tak dikendalikan.

Penjelasan mengenai Cahaya dan Api ini kemudian dilanjutkan dengan lantunan pembacaan ayat suci Al-Qur'an oleh Cak Nun sendiri, yakni surat An-Nur (24) ayat 35, yang artinya :

"Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu."

Secara sekilas, Cak Nun menjelaskan bahwa dalam ayat tersebut, Allah SWT sendiri adalah "cahaya", yang kemudian memercikkan sebagiannya, sehingga menjadi Nur Muhammad (Cahaya yang Terpuji), yang merupakan cikal bakal dari semua makhluk ciptaan-Nya.

Diskusi tentang cahaya dan api ini dielaborasi lebih jauh oleh Suparto Wijoyo, atau yang akrab disapa dengan Cak Parto, seorang dosen Universitas Airlangga Surabaya, yang juga doktor di bidang Hukum Administrasi dan Hukum Lingkungan. Cak Parto mengulas bagaimana sifat api yang ada dalam diri manusia menyebabkan kerusakan yang luar biasa pada alam Indonesia, bagaimana ketimpangan yang terjadi secara legal pada pembagian hasil Sumber Daya Alam, dimana rakyat Indonesia - melalui Pemerintah - hanya menerima sekitar 10% dari industri pertambangan di Indonesia dan 90% nya dimiliki dan dinikmati oleh investor asing, bagaimana pasar bebas hanya menjadikan negara-negara maju dengan leluasa mengekspor barangnya ke Indonesia, bahkan ada yang tanpa bea masuk, sedangkan Indonesia dikenai berbagai aturan yang mempersulitnya untuk mengekspor produk-produknya ke negara-negara maju dan sebagainya.

Acara kemudian dilanjutkan dengan penjelasan dari Djoko Mursinto atau Cak Djoko, yang merupakan Profesor dan Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan dariUniversitas Airlangga Surabaya, yang mengulas bagaimana kebijakan-kebijakan pembangunan, khususnya yang berkaitan dengan ekonomi, di seluruh penjuru Indonesia, dibuat dan dijalankan guna memenuhi kepentingan kapitalisme dunia yang secara rakus mengeruk sumber-sumber perekonomian penduduk di negeri ini.

Narasumber lain yang hadir dan ikut berbagi ilmu, pengalaman dan wawasan dalam forum Bangbang Wetan kali ini adalah Suko WidodoGus Luthfi dan Cak Priyo Aljabar. Masih banyak lagi informasi, ilmu-ilmu, wawasan, pengalaman yang dibagikan, baik melalui pemaparan dari narasumber maupun sesi tanya jawab, yang seolah seperti air bah dalam forum ini, yang tak mampu disampaikan secara keseluruhan oleh penulis.

Seperti acara-acara sebelumnya, Forum Bangbang Wetan ini, khususnya bagi penulis, banyak memberikan pencerahan dan pengetahuan yang tiada ternilai manfaatnya. Disajikan dan dikemas dalam suasana yang penuh keakraban, kekeluargaan dan diselingi dengan satu atau dua penampilan kesenian serta tidak melupakan joke-joke khas Indonesia, khususnya Jawa Timur, membuat acara yang berlangsung hingga pukul 03.00 dini hari ini terasa begitu cairnya.

Sekilas yang dapat dipetik dari acara kali ini adalah manusia yang memiliki sifat cahaya akan menjalani kehidupannya secara benar dan lurus, sesuai dengan yang telah diajarkan oleh-Nya melalui Rasulullah Muhammad SAW. Sedangkan manusia yang lebih banyak memiliki sifat api dalam dirinya, akan seringkali bereaksi terhadap banyak hal di sekelilingnya, tanpa pertimbangan benar dan salah, namun hanya memperturutkan hawa nafsunya.

Jadi, akahkah kita mengikuti Jalan Cahaya atau Jalan Api?....

Tidak ada komentar: