assalamu'alaikum

Assalamu'alaikum

Semua yang ada disini adalah hasil Reportase dari dulur dulur Jamaah Maiyah yang ada di manapun Baik dari Kenduri Cinta(KC) Obor Ilahi(OI) BangBang wetan (BBW) Mocopat syafaat (MS) gambang Syafaat (GS) dan maiyah maiyah lain yng sulit sayaa sebutkan,
Blog ini juga memuat syair ataupun puisi Terutama Milik Cak Nun (Emha Ainun Nadjib).
Blog ini Juga menampung saran dan kritik juga tidak berkeberatan apabila ada saudara atau pengunjung atau teman bahkan musuh sekalipun yang ingin menuangkan ide dan tulisan tulisanya...

25/08/11

Reportase Maiyah MS April 2011 (ladrang)


Mengawali kuliah ‘tujuhbelasan’ malam itu, CN membuka dengan mengetengahkan terminologi “ 1….2….3…” dan “1…2…3….4”, yaitu sebuah kebiasaan masyarakat Jawa ketika sedang menyambut kehadiran sebuah peristiwa tertentu. Peristiwa itu boleh jadi berupa kebaikan maupun ketidakbaikan. “ 1….2….3…” dan “1…2…3….4” bisa pula dipakai orang Jawa perdesaan untuk aba-aba saat hendak melakukan sesuatu atau menunggu sesuatu yang sifatnya ‘nyatakne’ (membuktikan kebenarannya). Kalau suatu hari sekumpulan orang-orang Jawa di padusunan melihat bangunan rumah yang sebentar lagi mau ambruk, maka mereka berkumpulan lantas bareng-bareng menghitung : “ Ji…Ro…Lu….Pat……!!! “ lalu “Mak Brusssshhh…..!!! “, ambruk lah bangunan itu.

Kebiasaan ‘etung-etung” ini bisa kita pakai untuk merekonstruksi dan mengamati sejarah kepemimpinan di Indonesia. Dengan demikian lalu kita bisa mengamati, telah sampai hitungan ke berapakah langkah pergantian kepemimpinan di Indonesia. Hitungan pertama Soekarno, hitungan kedua Soeharto, hitungan ketiga Gus Dur….(Habibie dan Megawati tidak dihitung dalam mekanisme ini sebab sejatinya mereka berdua hanyalah meneruskan). Yang pertama ambruk oleh karena kudeta,yang kedua ambruk oleh karena demontrasi massa sementara yang ketiga oleh Sidang Umum MPR. Kalau demikian bagaimana ketika sampai pada hitungan ke empat ? “yang pasti…yang ke empat ini tidak tidak mungkin jatuh karena 3 sebab diatas ini”, jelas CN.

Analisa yang diajukan CN menyangkut ketidakmungkinan tersebut dilatarbelakangi oleh berbagai sebab, pertama : kalau melalui kudeta, yang paling besar untuk untuk melakukannya adalah TNI dan sudah tentu hanya AD yang mempunyai kemungkinan terbesar untuk itu. Bagaimana mungkin AD akan mengkudeta jendralnya sendiri ? okelah, kemungkina itu tetap ada tapi pasti sangat kecil, apalagi di Indonesia yang sangat menjungjung tinggi asas ‘unggah-ungguh’ dan ‘toto trapsilo’.

Kemungkinan kedua melalui demonstrasi. Ini juga sangat sulit ditemukan probabilitasnya. Kita semua tahu pada masa kini tidak mungkin orang mau berdemonstrasi lagi. Tentu saja bukan karena demonstrasi tidak ampuh lagi, tetapi lebih karena sebagian besar masyarakat lebih mempercayai kegagalan dari pada keberhasilan demonstrasi. Ada juga perhitungan lain misalnya, rakyat sekarang kuga malas berdemonstrasi karena memang sangat-sangat merasa capek dengan ketidakberesan-ketidakberesan itu. “wis kono…emplok en kabeh kono….untalen kabeh, wis..”, demikian ungkap CN.
Mekanisme ketiga dalam proses keambrugan (atau peng-ambrug-an, hya? ) itu adalah melalui sidang umum MPR. Ini lebih tidak mungkin lagi. “ lha mosok Taufik Kiemas arep mudunke SBY ? “, tanya Simbah. (silahkan menafsirkan sendiri).
Kalau demikian ada apa dengan hitungan ke empat ini ?  Ya nggak tahu…tapi yang pasti proses pergantian dan perubahan dinmika sejarah apapun didunia ini selalu memiliki beragam kemungkinan. Ada faktor budaya, politik dan ekonomi dan ada juga faktor alam. Sebagai misal, suatu hari beberapa tahun yang lalu seorang rektor sebuah institut seni di Surakarta Jawa Tengah Indonesia yang meninggal dunia ketika beliau baru beberapa saat menduduki jabatan yang diembannya itu. Ada juga sejarah dari seorang  pemimpin sebuah Negara demokrasi besar yang menjadi korban penembakan. Pokoknya macam-macamlah….. (elaborasi penulis dari uraian CN). Atau bisa saja bangunan atau sesuatu itu jatuh dengan sendirinya yang kalau di Jawa diistilahkan “ gegedhen empyak, kurang cagak”. Atapnya sangat besar tanpa didukung oleh tiang penyangga yang kuat.

Namun demikan terlepas dari semua ini, CN mengingatkan para mahasiswa Maiyah untuk tidak memusuhi siapapun. Maiyah tidak akan memusuhi SBY, tidak siapapun.
“Pola pencermatan dinamika dengan metodhe seperti ini bukan klenik atau mistik”, sambung CN. “ ini adalah strategi ‘niteni’ dan salah satu cara untuk meng-ijtihad-i ritme alam yang kita alami”, papar beliau.
Selesai membahas hal ini lantas CN menyampaikan kabar mengenai akan diselenggarakannya konggres guru bahasa Arab sedunia yang akan diselenggarakan di Jogjakarta pada waktu dekat ini.
‘Lhoh ?? kok di Indonesia ? mengapa tidak di Mesir, Turki, Arab Saudi atau Libya ?”. Ini menjadi indikator bahwa Indonesialah yang memang berkapasitas sebagai ‘kapten kesebelasan’ Islam di Dunia. Indonesialah yang ternyata mampu menampung berbagai macam perbedaan pandangan yang ada. Tidak mungkin kegiatan itu diselenggarakan di negara-negara arab oleh karena antar Negara Arab sendiri sesungguhnya sedang terjadi persoalan satu-sama lain yang berdampak pada ‘sentimen’ tertentu. Indonesia adalah ‘tidak Barat dan bukan pula Timur”, Indonesia adalah Barat dan Timur sebab semua hal diseluruh dunia terkandung di Indonesia, itulah yang memungkinkan hanya Indonesia lah yang pantas menjadi kapten.

(maaf ada beberapa bagian yang tidak bisa saya rekam dalam software otak dan lembaran hardware saya sebab ternyata saya tertidur. Cuaca malam itu memang cerah berpurnama tapi perjalanan saya bersama 5 teman sedikit terganggu dengan rewel nya perutku. Badanku lemes dumes sebab beberapa kali harus ‘makani TOTO’. Saya kira ini alasan yg cukup pantas untuk saya buat tertidur bukan ?? )


Menaklukkan keadaan
Dan tidurku dibangunkan oleh gegap gempita suara anak muda diatas podium. Dari tekanan suara dan intonasi kata per kata nya aku tahu ia sedang bersemangat menggugat sesuatu. Aku membuka mataku lebar-lebar, ku tata sedemikian rupa kawaskitan telinga dan batinku. Aku melihat di layar monitor dihadapanku…., seorang anak muda dengan kaos merah dengan gambar logo dari sebuah organisasi Islam besar Indonesia. sambil mulutnya terus menghamburkan kata demi kata, wajahnya terlihat merah dan bola matanya ‘mlilik-mlilik’ seperti sedang mengandung kegelisahan tertentu didalam hati dan fikirannya.

Tidak puas menanggung begitu banyak gumpalan dan endapan didalam lumbung fikirannya, ia bediri sambil terus berorasi. Aku bertanya kepada seorang sahabat disebelahku, “ sopo to bocah iki ? elok timen ? “. Kata sahabatku pemuda ini adalah seorang ‘pejabat tinggi’ dari suatu oragnisasi di sebuah kampus negeri di Jogjakarta. “Whooo…. pantas saja..”, fikirku. Mahasiswa memang begitu. Apalagi dia bukan mahasiswa sembarangan, ia adalah mahasiswa yang pejabat. Hebat kan ??

Sambil berdiri ia menggugat : “ saya tidak setuju dengan Cak Nun..!!!. Kata Cak Nun : “ mana Indonesia ? Indonesia itu sebenarnya tidak ada”. Omongan macam apa ini ?, protesnya. Apalagi ini…..pengajian macam apa ini ? pengajian kok tidak membawa kitab suci ? pengajian kok laki-laki dan perempuan bercampur jadi satu ? bagaimana ini ?
Si pemuda hebat ini bicara sambil sesekali menunjukkan tulunjuk kearah CN. Sontak suasana MS menjadi berubah tegang. Beberapa kelopok ‘para anak muda mbambung’ di beberapa sudut mulai terpengaruh sehingga merespons acting si pemuda dengan cara meresponsnya dengan celoteh-celoteh sekenanya.
Saya sendiri sibuk mencermati air muka dan gesture pemuda aktifis ini melalui layar putih didepanku. Awalnya sempat juga darah mudaku menggelegak. “Edan tenan…..bocah enom kurang toto kromo….karo wong tuo ra sopan babar blas…”.gerutku dalam hati.

Tapi semakin lama aku mencermatinya, aku justru semakin kasihan. Aku melihat kobaran api yang menghanguskan kesadarannya. Kobaran api yang tidak tepat takarannya sehingga malah menghancurkan sesuatu yang semestinya menjadi sumber makanan yg menyehatkan baginya. Aku menduga ia sedang mengidap sebuah megalomania intelektual sehingga menyebabkannya kehilangan takaran moral begitu rupa. Anak muda ini sedemikian teguh kukuh memegang ‘sebuah buku’ yang sedang ia baca kemudian ia mendapati serangkaian paradoks dan kontradiksi dengan keadaan disekitarnya.

Atas pressure psikologis jamaah, si anak muda ini turun panggung. Cak Nun kembali mengambil alih keadaan. Sebagai seorang manusia sebenarnya boleh saja beliau tersinggung dengan anak muda ini. Bukan karena dibantah tapi lebih karena cara pengungkapan ketidaksetujuan yang digunakannya. Memang Cak Nun adalah seorang manusia tetapi pasti beliau adalah satu dari sedikit manusia yang dianugerahi oleh Tuhan sebuah ‘kebesaran’ tertentu sehingga dengan keluasan dan kebesarannya itu beliau tetap bisa menaklukkan keadaan malam itu. Berangsur-angsur keadaan kembali normal. CN minta KK untuk menyajikan 2 buah lagi dangdut untuk mengkatarsis keadaan.

Acara dilanjutkan dengan pertanyaan seorang jamaah. “ Tuhan kan sudah sangat kaya, Ia memiliki segalanya tapi mengapa Ia menciptakan manusia ? apa untungnya bagi Tuhan dengan menciptakan manusia ?”. Saya tertawa geli mendengar pertanyaan ini. Tapi tertawaku ini bukan tertawa ‘ngece’ atau menghina sebab aku sangat tahu bahwa sekali-kali aku tidak akan berani menilai sesuatupun (bahkan merendahkan) terhadap siapapun yang aku tidak pernah melakukan lebih baik darinya..paling tidak yang sama dengannya. Aku tidak ingin menjadi seorang anak muda yg baru memasuki emperan kuil saja lantas memaki habis sang begawan karena ketidakmampuan hati dan nalarku mencerna sesuatui.

Aku tertawa karena geli membayangkan seandainya pertanyaan model sepertinya ini diajukan kepada Majelis Ulama Indonesia atau para ustadz di tipi-tipi itu. Hahaha…..tentu akan sangat menarik sekali, paling tidak pasti akan ada produk fatwa sesat lagi di Indonesia. Untunglah pertanyaan filosofis ini muntah di Maiyahan sehingga pertanyaan seserius apapun tentu saja direspons dengan cengengesan juga akhirnya.

“ Kalau saya pake teori kethoprak, tentu bisa saja saya jawab begini : lhoh..lha kok takon aku kiy kepiye ?? yo takono karo Gusti Allah to yo….?? Mosok takon aku ?? “ Cak Nun merespons kemudian diikuti dengan tawa yang hadir malam itu.
Menurut CN itu adalah salaj satu cara Tuhan untuk bermesraan dengan kita. Tuhan sangat mempunyai hak untuk melakukan apasaja yang Ia Kehendaki…apapun tanpa terkecuali. Hanya saja , CN lantas menambahkan bahwa ini adalah pendapatnya sementara orang tidak boleh memposisikan diri sebagai ‘sekretarisnya’ Tuhan di bumi. Orang tidak boleh mengklaim kebenaran dan nilai sesuatu.

Sejauh yang bisa dilakukan oleh manusia janyalah terus menerus berijtihad dan mentafsir pengertian denim pengertian dari pertanyaan2 yang muncul dalam setiap langkah kehidupan. Lebih jauh lagi, CN menjelaskan bahwa Allah banayk sekali beretorika dalam firman-firmannya sehingga kita harus men-tadabbur-i , meng-ijtihad-i dan men-tafakkur-i nya dengan berbagai macam disiplin ilmu.

§

Pada bagian selanjutnya, giliran Letto naik panggung. Malam itu Letto hadir tanpa the frontman nya,. Sabrang. Malam itu sang Nokalis sedang bersilahturahmi ke keluarga di Kendari. Mewakili LETTO, Patub mengawali ceritanya mengenai pengalaman konser mereka beberapa waktu lalu di Singapura. Tak ketinggalan, Patub juga menjawab pertanyaan penonton yang bertanya tentang kapan keluarnya album terbaru Letto. Satu persatu, seluruh personel Letto yg malam itu hadir menceritakan pengalamannya di Singapura. Menurut mereka, apa yang penting ketika berada dipentas yang nomer satu bukan bagaimana menyajikan apa yg mereka bisa. Juga bukan terutama hanya berurusan dengan bagaimana memenuhi apa kehendak dan kesenangan audiens. Menurut Letto, yang paling utama adalah bagaimana menaklukkan keadaan sehingga dalam situasi yg secara normal tidak memungkinkan untuk membangun komunikasi tetapi akhirnya mereka berhasil melampaui jambatan itu. Untuk para Plettonic, sepertinya harus menunggu lebih lama karena untuk album terbaru Letto yang sedianya akan memuat single “ Cinta Bersabarlah” itu belum juga ada kejelasan kapan akan di lauch oleh label yang menaungi Letto.

Mengakhiri acara malam itu CN mangajak hadirin berdiri untuk mendzikirkan “Hasbunallah wa ni’mal wakiil….”, kemudia disambung denga Shohibu Baiti. Dipenghujung acara, CN berpesan kepada jamaah untuk mengamalkan surah An-Nuur ayat 35 sebagai ‘tirakat’ untuk menyiapkan diri agar memiliki kompatibilitas terhadap setiap apapun saja yang akan terjadi pada masa mendatang.

Tidak ada komentar: